Setahun yang lalu, aku benar-benar tidak berekspektasi apa pun tentang kapan dan bagaimana aku akan bertemu dengan jodohku. Walau memang aku pernah menuliskan beberapa kriteria lelaki impianku, dan juga pernah membayangkan hal seru apa yang bakal kami lakukan, semua itu sejenak aku lupakan dan tak ambil pusing.
Rasanya capek ya, kalau harus mengulang lagi rangkaian perkenalan dengan orang baru, basa-basi yang itu-itu aja, lalu merasa saling cocok dan punya banyak kesamaan katanya (padahal aslinya belum tentu begitu).
Intinya saat itu aku sedang berada di fase santai saja menjalani hari dan ingin melakukan hal baru juga mengatasi rasa takutku.
Berawal dari Buku
Ajaib sekali, di momen seperti ini hal yang gak pernah kusangka terjadi. Ada seorang lelaki memberikan komenan dan mengirim pesan di akun instagramku. Dia menawarkan jasa review buku, kebetulan waktu itu aku emang baru launching buku solo sih.
Ada perasaan ragu awalnya, karena bukuku tidak se-booming itu juga tapi mengapa bisa ada orang yang ingin mereview. Setelah stalking akun media kepenulisan yang dikirim olehnya, aku baru percaya dan yakin kalau ini bukan tipu-tipu (hehe maaf ya, namanya juga waspada).
Singkat cerita, akhirnya aku menyetujui tawaran dia setelah diberi penjelasan cukup panjang.
Hari-hari serasa lebih mendebarkan karena aku penasaran akan direview seperti apa buku kumpulan quoteku itu, Amigdala. Hingga akhirnya tiba, dan aku senang serta puas dengan hasil yang didapat.
Aku share ke segala akun media sosialku, baik itu Facebook, Status Whatsapp, dan tentu saja Feed serta Instagramstory. Di instagram story, aku memberikan tag pada akun media yang mereview (Media Penulis Garut), lalu sang reviewer dan tak lupa lelaki yang menawarkan jasa itu @aaridwan16. Agak sedikit malu sebetulnya karena tidak di respost olehnya wkwk.
Percakapan aku dan Ridwan yang ternyata kutahu adalah leader-nya Media Penulis Garut hanya seputar tawaran review buku saja, namun lagi-lagi di luar dugaanku, hari berikutnya dia bertanya hal di luar itu.
Pertanyaannya masih tergolong normal kok alias bukan bertanya hal yang terlalu pribadi atau basa-basi layaknya lelaki ingin pedekate bagiku, jadi aku santai saja (walau sedikit deg-degan juga sih).
Entah mengapa dari sana, aku ngide untuk menelusuri lebih jauh akun media sosial Ridwan, membaca cara ia menuliskan caption di instagram pribadinya, juga mengecek namanya di laman pencarian google.
Hmm, sulit diungkapkan secara gamblang, tapi sejak penelusuran itu hatiku selalu terasa hangat. Entah karena jejak digitalnya atau karena personal brandingnya yang kusuka, sejak itu aku selalu menunggu balasan pesan darinya di akun IG. Lelaki ini sulit ditebak namun sepertinya menyenangkan, pikirku.
Ya, memang sulit ditebak. Tanpa ba bi bu, ia akhirnya mengajak aku ketemuan jika aku ke Bandung, alasannya karena ia sudah lama gak keluar rumahlah, ingin ke alun-alun Bandunglah, ingin membahas buku jugalah.
Setelah percakapan lumayan panjang, aku mengiyakan. Kapan lagi diajak ketemuan sama orang yang pinter di bidang menulis, CEO media kepenulisan pula. Setidaknya aku dapat berteman dengannya, lalu mendapat percikan ilmu tentang menulis, begitu batinku.
Kamu dan Aku
Meskipun aku tidak menaruh ekspektasi apa-apa kepadanya, tetap aja saat mendekati kafe tempat kami akan bertemu aku deg-degan dan grogi. Sebelumnya aku belum pernah mau diajak berjumpa gini dengan orang asing, jadi ya wajar kan aku begini. Aku pergi ditemani saudara perempuanku, namun pisah meja dengannya saat di lokasi.
Saking groginya, aku malah salah lantai, harusnya lantai 1 tetapi aku naik ke lantai 2.
Aku menuruni anak tangga dengan perasaan ga karuan, takut kikuk gitu ketemu sama lelaki ini. Begitu sampai lantai 1, tepat lurusan tangga terakhir aku menemukan Ridwan yang sudah stay dari tadi di sana. Aku masih ingat betul, begitu kami bertatapan dari jauh, dia udah senyum sambil tertawa, lalu berbicara padaku (di posisi ini sebetulnya aku berusaha tidak terlihat grogi sih).
Ah, benar. Lelaki ini sesuai dugaanku, gerak-geriknya, tawanya, pembawaannya, semua sesuai yang kubayangkan saat melihat profil dirinya di internet.
Seiring berjalannya waktu, yang kurasakan adalah dia enak diajak bicara, bahkan aku tanpa sadar seperti sedang bersama teman lama yang ketemu kembali.
Mungkin karena pembawaan dia yang asyik, public speaking yang baik, jadinya aku nyaman aja gitu ngobrolin tentang kehidupan satu sama lain, tentang kerjaan dia sebagai penulis juga. Pokoknya waktu gak terasa aja gitu udah hampir sore dan mengharuskan kami berpisah.
Hari-hari berikutnya, Ridwan masih rutin mengirimi aku pesan, kali ini via whatsapp. Aku terkadang sengaja slowrespon hanya agar tidak dianggap tertarik padanya, juga kadang menjawab singkat dan no komen.
Aku merasa, mengapa dia tetap mencari bahan obrolan denganku?
Apa dia sebenarnya tertarik denganku?
Lalu alasan apa yang membuat dia tertarik?
Bisa dibilang aku takut dan malas untuk patah hati lagi jika memang dia berniat mendekatiku dan berakhir menyedihkan.
Nyatanya, Ridwan tetap pantang menyerah. Hingga suatu hari ia mengajak telponan, mengajarkan aku tentang menulis novel yang benar, membahas lebih detail tentang peluang penulis bisa menghasilkan uang dan banyak hal lainnya.
Lama-lama aku makin tertarik deh dengan caranya berbincang, malah terkadang rebutan siapa duluan yang mau bercerita wkwk, menyenangkan sekali bisa bergantian menjadi pendengar. Karena sejatinya, pendengar yang baik juga butuh didengar, kan?
Hari Istimewa
29 November 2024 ini, sudah satu tahun semenjak pertemuan kita dulu. Aku merasa senang telah mengenal kamu, Rid.
Terima kasih sudah tetap ada di sisiku, mendengar cerita randomku, menghadapi prengat-prengutku.
Terima kasih waktu di awal kenal, kamu sudah memperkenalkanku kepada tim mediamu dan disambut baik, terima kasih sudah mengajakku berbincang dengan Ibu juga Tetehmu.
Terima kasih sudah mempromosikan bukuku sampai temanmu pun membelinya. Terima kasih sudah mau berbincang dengan kedua adikku.
Tak lupa, terima kasih ya, Ridwan udah memasukkan cerita pertemuan kita di podcast kamu Desember tahun 2023 lalu, itu salah satu hal menyenangkan untukku dengar dan ulang.
Aku menunggu Desember tahun 2024 ini. Akan ada hal menarik apalagi yang akan kita ceritakan bersama.
Ah, ternyata tak apa kalau harus menunggu lama, yang penting kamu orangnya.

Sheilla
Aku biasa disapa dengan nama Sheilla. Ketertarikan pada dunia menulis berawal sejak masih kanak-kanak yang gemar membaca berbagai jenis cerita. Penulis dapat disapa melalui laman Instagram @sheillapnf.