Tepat pada hari Jumat, 29 November 2024, saya dan Sheilla sudah saling mengenal satu sama lain selama satu tahun. Memang bukan waktu yang lama, namun syukur alhamdulillah kami sedang menuju ke jenjang yang lebih serius.
FYI, pertama kali kenalan dengan Sheilla, saat itu saya nge-DM via Instagram. Mengenalkan diri padanya dengan tujuan: menawarkan jasa review buku. Dan, di situ lah awal dari segalanya 😊
Sekilas di Pertemuan Pertama
Di Media Penulis Garut (media yang saya miliki), dulu saya merangkap kerjaan; pertama, sebagai editor. Kedua, sebagai book marketer.
Tugas utama dari seorang book marketer yaitu menawarkan jasa review buku kepada para penulis via DM Instagram. Penulis-penulis yang saya tawarkan jasa review buku yaitu penulis bergender perempuan.
Mulanya, saya melakukan riset dulu di beberapa penerbit indie. Lalu mendata judul buku dan username IG para penulis yang menerbitkan buku di penerbit-penerbit yang saya riset tersebut. Terdatalah username ig @sheillapnf dengan judul bukunya; Amigdala. Sebuah buku kumpulan quotes yang saya anggap; ini pasti menarik!
Singkat cerita, saya stalking akun Instagram Sheilla. Postingan bukunya jelas ada. Namun, Sheilla ini perempuan yang jarang memposting foto pribadinya di feed Instagramnya.
Setelah melayangkan penawaran jasa, Sheilla pun bersedia menggunakan jasa review buku. Saya kemudian mewawancarainya via DM setelah bukunya berhasil direview oleh tim saya bagian reviewer.
Usai bukunya diposting di blog dan Instagram Media Penulis Garut, beberapa hari kemudian, saya stalking lagi akun Instagramnya. Saya sebetulnya nggak pernah stalking ulang akun Instagram penulis yang sudah menggunakan jasa review buku, ya katakanlah setelah menggunakan jasa, yasudah lupakan, lalu tawarkan jasa lagi ke penulis baru.
Tapi entah mengapa, hasil dari stalking tersebut, saya malah penasaran. Pengen kenal aja gitu. Sejak rasa penasaran itu muncul, saya memberanikan diri untuk nanyain tempat tinggal dan aktivitas sehari-harinya.
Hmmm…ternyata Sheilla berketurunan orang Sunda dari ibunya, dan saat itu dirinya mau ke Bandung untuk mendatangi wisudaan adiknya. Terbesitlah di benak saya; gimana kalau saya ajak ketemuan aja?  😊
Berikut ss-an saat DM-an dengan Sheilla pas awal-awal kenal:





Long story short, kami sepakat ketemuan di Jardin Kafe. Dan jujur, di pertemuan pertama, saya happy sekali berbincang dengannya. Bahkan ketika di dalam kereta (sepulang dari kafe tersebut), saya suka senyum-senyum sendiri sambil membatin, cocok ini mah.
Saling Bertukar Cerita
Sehabis ketemuan di Jardin Kafe, kami semakin intens chattingan di WhatsApp. Bahkan lebih dari itu, kami sering telponan juga. Nggak tanggung-tanggung, telponan bisa sampai dini hari.
Via telpon, kami saling bertukar cerita. Mulai dari menceritakan latar belakang keluarga, aktivitas sehari-hari, hingga sesekali menceritakan tentang kisah asmara di masa lalu. Dan, yang lebih menariknya lagi yaitu menceritakan tentang masa depan. Misal, saya sering mancing membahas tentang pernikahan. Atau pembahasan lebih spesifiknya; berhubung dia tinggal di Provinsi Riau, apakah jika suatu saat dirinya menikah, pernikahannya akan digelar di sana atau bagaimana? Hehe.
Dari sekian banyak hal yang saya sukai pada diri Sheilla, salah satunya adalah dia sering bertanya pada saya. Apapun itu. Sehingga, saya nggak perlu repot-repot mencari bahan obrolan. Karena dia juga punya banyak bahan obrolan untuk ditanyakan.
O, ya! Sheilla seorang pendengar yang sangat baik. Saya suka itu. Dia kerap merespon cerita-cerita saya dengan rasional banget.
Nah, dari saling bertukar cerita tersebut, rasa nyaman kemudian muncul. Timbulah pemikirkan kayak; saya yakin, dia wanita yang tepat untuk diajak ke hubungan yang lebih serius.
Menyayanginya
Saat saya remaja, kisaran usia 17-23 tahun, untuk menyayangi seseorang biasanya diawali dulu dengan rasa suka, jatuh cinta, lalu sayang. Beberapa kali saya mengalami siklus yang berulang seperti itu. Namun, endingnya, pernah ditinggal disaat lagi sayang banget. Pernah juga ditinggal nikah. Dan pernah juga dikhianati.
Akan tetapi memasuki usia dewasa, saya nggak lagi mengalami siklus seperti itu. Kenapa, karena mati rasa. Cukup lama saya menjalani fase mati rasa. Betul-betul nggak ada perempuan yang bikin saya tertarik, suka, apalagi sampai jatuh cinta, nggak ada sama sekali.
Di tahun 2022, saya mulai membuka diri. Rasa ingin serius pada seorang perempuan mulai muncul, meskipun pada akhirnya hanya dianggap sebagai teman. Hehe.
Lalu, di tahun 2023, kenal lah dengan Sheilla. Perempuan yang menurut saya, rasa suka ke dia nggak ada. Apalagi sampai jatuh cinta, misal cinta pada pandangan pertama, nggak ada. Namun, satu hal aja yang membuat saya klik: yaitu kenyamanan.
Nyaman saat berbincang langsung, berdiskusi, chattingan, telponan, VC-an, semuanya bikin saya nyaman kalo sama dia mah….
Selebihnya, Sheilla orang yang sangat mengerti, terutama ngerti soal kerjaan saya. Dia juga perhatian ketika saya sedang kerja, nyuruh istirahat atau rebahan dulu misalnya. Perhatian pula saat saya sedang sakit, dia sering merekomendasikan obat-obat apotik. Dan, entah mengapa, saya nurut…
Jadi, saya yang mengalami trauma masa lalu dalam percintaan, lalu mengalami fase mati rasa, sekarang sudah sembuh berkat kehadiran Sheilla, bahkan terbilang bucin. Bodoh sih jika saya nggak menyayanginya, makanya kondisi sekarang; ya saya sangat menyayanginya 😊
Melamarnya
Di bagian ini, saya gak akan cerita banyak. Intinya, setelah satu tahun bersama Sheilla, saya akan melamarnya pada Januari 2024.
Saya harap, semoga dilancarkan segalanya. Aamiin.
–
Untuk Sheilla:
Sheill, kamu tahu nggak perasaan saya gimana setelah mengenal kamu satu tahun?
Jujur nih, campur aduk. Senengnya ada, kecewanya juga kadang ada sama pendapat-pendapatmu saat kita debat. Tapi overall, saya bahagia.
Sheill, saya bangga mengenal kamu, sekaligus akan memilikimu seutuhnya…
Makasih, ya…
Ridwansyah
Pendiri media Penulis Garut dan berprofesi sebagai full time writer. Penulis dapat disapa melalui laman Instagram @aaridwan16.