Merencanakan Pernikahan denganmu, Sungguh Menyenangkan!

Merencanakan Pernikahan

Terus terang saja, menikah di tahun ini bukan menjadi prioritas saya. Bukan hal yang berada dalam daftar rencana atau resolusi yang diusung pada 2025. Sebab di kepala saya, hal yang kerap saya pikirkan adalah karir, karir, dan karir. Makanya nggak sedikit teman SMA bilang, “Kayaknya Ridwan mah masih lama ya untuk nikah”.

Saya rasa, alasan saya cukup ideal sih. Pertama, secara finansial belum merasa oke-oke banget. Kedua, banyak kekhawatiran sehingga merasa mental belum siap. Dan ketiga, ngeliat orang-orang sekitar banyak yang menduda (padahal usia pernikahan mereka masih terbilang muda) sehingga rasa takut muncul.

Lantas, apa yang kemudian menjadikan saya siap nikah tahun ini?

Setelah berkontemplasi penuh, saya menemukan jawabannya. Adalah melawan rasa takut tersebut dan segala macam ke-overthinkingan sehingga jadi berani.

Siapa yang membuat saya berani?

Diri sendiri. Bahwa, yakin saja setelah menikah pasti ada rezekinya. Siapa tahu finansial saya lebih baik setelah punya tanggung jawab untuk menafkahi istri.

Terkait mental, kalau nunggu siap mah; kapan siapnya sih? Siapa tahu setelah menikah, dengan diujinya oleh berbagai macam cobaan, mental jadi kuat.

Lebih dari itu, kandas di tengah perjalanan tergantung orangnya. Masih banyak pasangan suami-istri yang walaupun diterpa berbagai problem, mereka tetap bertahan. Mungkin karena kasih sayang yang kuat, cinta, atau seorang anak.

Selain melawan rasa takut, juga karena dialah yang membuat saya mau, sekaligus siap nikah…

Merencanakan Pernikahan; Diawali dengan Pembuktian

Pas awal-awal teleponan sama Sheilla, saya pernah menanyakan sesuatu yang konteksnya berandai-andai dulu. Saya tanya; andai kita berjodoh, kita mau nikah di mana? Terus tinggal di mana?

Bagi saya, pertanyaan tersebut penting untuk ditanyakan lantaran Sheilla orang Pekanbaru. Apakah dia ingin melangsungkan pernikahan di sana, sekaligus tinggal di sana juga?

Nah, lampu hijau menyala ketika dia bilang bakal pindah rumah ke Bandung. Praktis, resepsi pernikahan pun bakal diselenggerakan di Bandung juga. Jarak Garut ke Bandung cukup dekat.

Dengan begitu, pilihan tempat tinggal pun antara Garut atau Bandung. Meskipun saya pernah menyatakan keinginan untuk tinggal di Jogja.

Long story short, seiring berjalannya waktu, hubungan semakin melangkah jauh. Progresnya mengarah ke hal-hal yang lebih serius. Di situlah mulai melakukan pembuktian dengan mengenalkan diri serta mengungkapkan keseriusan pada orangtuanya.

Inti dari poin ini adalah merencanakan pernikahan, ya harus diawali dengan pembuktian dulu. Katakanlah jangan terjebak dalam keinginan-keinginan atau basa-basi doang, sebab sebuah hubungan akan melaju terus jika lelaki sudah menyatakan niatnya secara langsung di hadapan orangtua pasangannya.

Merencanakan Pernikahan; Terbuka Soal Penghasilan

Dari awal kenal Sheilla, butuh waktu yang lumayan lama untuk terbuka ngomongin hal-hal sensitif atau privasi. Contohnya membahas soal latar belakang keluarga, kerjaan, atau penghasilan. Apalagi di saat itu, pemasukan belum begitu banyak. Rasanya malu, gitu.

Namun, saya sering bilang bahwa di waktu yang tepat, saya pasti bakal jujur-jujuran segalanya. Barangkali ada sebagian lelaki di luar sana yang nggak perlu terbuka ngomongin pendapatan karena yakin bahwa pasangannya tahu tempat kerjanya di kota mana, sehingga bisa disearch UMR-nya berapa.

Namun, berbeda dengan saya. Saya bekerja di rumah. Profesi sebagai penulis dan pembuat website. Takut dikira penghasilan banyak karena secara value, pekerjaan saya menarik dan nggak umum. Ini alasan saya belum begitu terbuka saat itu.

Selepas lebaran tahun 2024, saya mulai terus terang jumlah penghasilan saya per bulan berapa. Sheilla tidak menganggap besar atau kecil. Namun dia lebih kepada mendoakan saja. Dan itu yang memang saya butuhkan.

Nah keterkaitan antara merencanakan pernikahan dengan terbukanya soal penghasilan lelaki penting banget untuk dibahas. Sebab ia akan mengarah pada konsep resepsi nikah, atau kelanjutan setelah menikahnya; apakah bisa mengatur uang belanja? Apakah bisa nyimpan sebagian penghasilan untuk dana darurat, atau menabung.

Mengatur atau mengelola uang sejatinya bukan hanya dari satu pihak saja, tetapi keduanya harus bisa mendiskusikannya bareng-bareng.

Bersama Sheilla, menyenangkannya adalah dia tahu kapasitas budget saya berapa, sehingga nikah dengan biaya terjangkau pun hayu-hayu saja.

Merencanakan Pernikahan; Konsep Acara yang Menarik

Puncak dari menyenangkannya bersama Sheilla adalah saat ia mengajak dan memilih konsep acara nikah yang menarik.

((Wait, menengok kebelakang dulu. Bahwa, saya pikir, saya mungkin akan menyelenggerakan resepsi pernikahan di halaman rumah perempuan. Dan, layaknya di kampung, ngundang artis dangdut? Atau nuansanya Islami seperti ngundang grup marawisan ya?

Soal tamu, jumlahnya nggak terbatas. Resepsi, dari pagi sampai sore. Hmmm…))

Bersyukurnya, saya berbeda dari kebanyakan teman-teman yang seumuran. Jauh berbeda.

Saya seneng banget gitu bisa melangsungkan acara pernikahan di sebuah restoran. Katakanlah keluarga pihak perempuan nggak perlu capek beres-beres dapur seteleh acara usai. Pun, bagi keluarga saya, ini sesuatu yang baru bagi mereka.

Mereka bangga.

Nah, yang lebih menyenangkannya lagi dari Sheilla adalah ia memikirkan detail-detail kecil seperti bentuk frame mahar, box seserahan, undangan fisik, undangan digital, souvenir, dress code, detail-detail di pelaminannya, dan lain-lain. Uniknya lagi, warna harus selaras, estetik, indah.

Enough, i’am speechless.

Hubungan Pernikahan; Mikirin Kedepannya

Resepsi pernikahan, pada dasarnya, hanyalah kesenangan sesaat. Ia tidak mengukur sepasang kekasih dapat bertahan lama dengan budget tertentu. Untuk itu, bentuk apapun resepsinya, yang penting adalah “setelahnya”.

Dalam arti, setelah nikah, harus merencanakan apa saja?

Lagi-lagi saya beruntung mendapatkan pasangan yang bersedia diajak diskusi penuh untuk mikirin kedepannya seperti menyewa rumah di mana, lalu barang-barang apa saja yang harus dibeli, bahkan memikirkan; mau bulan madu ke kota mana? Mau punya anak langsung?

Semua pokoknya direncanakan, bahkan sebelum kami halal.

Poin utamanya adalah menikah harus mikirin kedepannya, karena pernikahan merupakan komitmen jangka panjang yang dapat memengaruhi banyak aspek kehidupan, contohnya keuangan atau emosional.

Saya rasa, mempersiapkan diri dengan baik secara mental dan finansial dapat membantu membangun rumah tangga yang lebih sehat dan juga bahagia.

Ridwansyah

Pendiri media Penulis Garut dan berprofesi sebagai full time writer. Penulis dapat disapa melalui laman Instagram @aaridwan16.