Apa yang lebih besar dari sekadar rasa suka, kagum, dan sayang terhadap seseorang? Tentu aja rasa cinta. Semua sepakat bahwa mencintai adalah level tertinggi di antara keempat rasa tersebut.
Ketika seseorang mulai memasuki tahap cinta, ia berarti telah melibatkan kedalaman perasaan dan banyak sisi emosional dalam dirinya yang dicurahkan. Itulah mengapa bisa ada istilah cinta itu buta.
Cinta itu buta bagi saya terkesan negatif, saking butanya tak jarang banyak pasangan yang malah berakhir posesif, mengekang, terobsesi atau tergila-gila banget bahkan sampai menganggap si doi perfect alias tidak terlihat kesalahan yang ada padanya.
Kalau sudah begitu, serem juga ya. Nah, maka dari itu perlu bagi kita yang sedang dilanda cinta untuk tahu cara mengendalikan rasa ini dengan baik. Tapi, saya di sini tidak ingin membahas bagian itu.
Berani mencintai bagi saya berani juga untuk memasukkan dirinya ke dalam daftar orang yang dikhawatirkan. Apa maksudnya?
Begini, bukankah ketika kita mencintai keluarga yaitu orangtua, adik-kakak, nenek-kakek, bahkan sepupu, kita akan dilanda rasa khawatir jika terjadi apa-apa pada mereka? Kita bertanya keadaannya jika melihat berita bencana berada di daerah tempat tinggalnya?
Jika kita mencintai orang selain keluarga kita alias pasangan, maka sudah seharusnya ia masuk dalam daftar tersebut. Apa sajakah hal-hal yang tak luput untuk dikhawatirkan?
Kesehatan
Khawatir dengan kesehatan orang yang kita cintai adalah wajar. Jika sudah tinggal di rumah yang sama mungkin hal tersebut sedikit meringankan beban pikiran, sebab bisa dicek setiap saat keadaannya.
Apakah dia sedang sakit? Apakah sudah diminum obatnya? Makan minumnya dihabiskan apa tidak? Namun lain halnya jika belum serumah, beda pulau pula. Fix, ini mengkhawatirkan banget sih menurutku.
Setidaknya ketika dia sedang bisa berkabar melalui ponsel, pastikan bahwa ia memang baik-baik saja dan sudah memeriksakan diri ke dokter, dengan begitu pikiran jadi lebih tenang, bukan?
Pekerjaan
Adakalanya pekerjaan itu lancar, mulus tanpa kendala, namun bisa saja di lain hari kebalikannya. Baik saat pekerjaan pasangan sedang lancar mau pun terkendala, itu sama-sama membuat saya khawatir.
Jika lancar, tentu saya sangat bersyukur Alhamdulillah, namun yang saya pikirkan adalah apakah pasangan saya cukup istirahatnya? Apakah ia tidak sampai melupakan jam makannya? Atau jangan-jangan saking sibuknya, ia kembali menghabiskan malamnya dengan begadang agar orderan dari klien segera terselesaikan.
Makanya, saya sering sekali mengomel masalah ini, kan tidak baik juga ya memangkas jam istirahat tubuh.
Lalu jika tersendat kendala, ia pasti akan berpikir keras, mencari jalan keluarnya dan tentunya mempengaruhi mood hari itu. Solusinya agar kekhawatiran saya berkurang ya bertanya apakah ada hal yang bisa saya bantu, atau kalau tidak cukup beri ia ruang sendiri, jangan diganggu. Karena sejatinya, lelaki jika ada masalah pasti akan begitu kan, memilih menyelesaikannya sendiri, baru bercerita saat sudah beres.
Kabar Ter-update
Entah ini bagi kebanyakan orang penting atau tidak begitu, tapi bagi saya mengetahui kabar ter-update dari pasangan itu penting agar terhindar dari overthinking.
Contohnya begini, setidaknya dalam sehari memberikan kabar jika akan pergi ke suatu tempat, bisa saja tempat yang dituju sinyalnya kurang memadai, jadi saya tidak menduga-duga hal buruk kalau sudah diberi tahu.
Selanjutnya, ketika ada bencana alam misalnya, jika masih memungkinkan segeralah berkabar bagaimana kondisi di sana, karena sungguh, di saat cuaca dan alam tak menentu begini makin sering bikin khawatir, entah itu hujan deras sampai menyebabkan banjir, lalu gempa bumi yang membuat bangunan rusak.
Kalau belum ada kabar, manfaatkan aja gadget untuk mencari tahu.
Perasaan (emosi)
Sebagai orang yang sering berbincang panjang lebar dengan pasangan, kadang saya jadi lupa waktu.
Menyampaikan hal yang berulang-ulang, nada bicara kecepetan, bercerita dengan alur maju mundur atau kadang sebaliknya tanpa sadar.
Setelah percakapan selesai, saya baru tersadar dan berpikir apakah tadi dia mengerti apa yang saya katakan, apakah dia sedang lelah namun terpaksa menanggapi. Ah harusnya saya lebih peka sebelum memulai.
Lalu hal yang saya khawatirkan lagi adalah saat ada salah paham diantara kami, apakah saya terlalu jutek?
Apakah nada bicara saya menyakiti dia?
Apakah ada perkataan saya yang membuatnya mungkin tersinggung dan sakit hati?
Seharusnya saya lebih bisa memahami dirinya, membaca raut muka, juga menangkap nada bicaranya. Karena jarang sekali lelaki yang mau menunjukkan sisi emosionalnya secara jujur.
Saya kira itu adalah beberapa kekhawatiran yang selalu ada dibenak saya kepada pasangan.

Sheilla
Aku biasa disapa dengan nama Sheilla. Ketertarikan pada dunia menulis berawal sejak masih kanak-kanak yang gemar membaca berbagai jenis cerita. Penulis dapat disapa melalui laman Instagram @sheillapnf.